Clock

Rabu, 01 Juni 2011

ni Dia Pidato Bersejarah Bung Karno 1 Juni 1945 Tentang Pancasila



Tiap 1 Juni ditandai sebagai Hari Lahirnya Pancasila. Penetapan tanggal ini mengacu pada pidato Presiden Soekarno sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945. Soekarno dan kawan-kawannya saat itu merumuskan dasar negara Pancasila. Banyak usul yang dikemukakan, tapi pidato Bung Karno menjadi salah satu yang usulan paling mengemuka saat itu. Berikut Republika sajikan kutipannya:

...Dan sekarang kita menghadapi kesempatan untuk menyusun Indonesia Merdeka, kok lantas kita zwaarwichtig dan gentar-hati! Saudara-saudara, saya peringatkan sekali lagi, Indonesia Merdeka, political Independence, politieke onafhankelijkheid, tidak lain dan tidak bukan ialah satu jembatan! Jangan gentar! Jikalau umpamanya kita pada saat sekarang ini diberikan kesempatan oleh Dai Nippon untuk merdeka, maka dengan mudah Gunseikan diganti dengan orang yang bernama Tjondro Asmoro, atau Soomubutyoo diganti denga orang yang bernama Abdul Halim. Jikalau umpamanya Butyoo-Butyoo diganti dengan orang-orang Indonesia, pada sekarang ini, sebenarnya kita telah mendapat political independence, politieke onafhankelijkheid, in one night, di dalam satu malam!

Saudara-saudara, pemuda-pemuda yang 2 milyun, semuanya bersemboyan: Indonesia Merdeka, sekarang! Jikalau umpamanya Balatentara Dai Nippon sekarang menyerahkan urusan negara kepada saudara-saudara, apakah saudara-saudara akan menolak, serta berkata mangke rumiyin, tunggu dulu, minta ini dan itu selesai dulu, baru kita berani menerima urusan negara Indonesia Mereka? (Seruan audiens: Tidak! Tidak!)

Saudara-saudara, kalau umpamanya pada saat sekarang ini Balantentara Dai Nippon menyerahkan urusan negara kepada kita, maka satu menit pun kita tidak akan menolak, sekarang pun kita menerima urusan itu, sekarang pun kita mulai dengan negara Indonesia yang Merdeka! (Tepuk tangan audiens menggemparkan)

Saudara-saudara, tadi saya berkata, ada perbeaan antara Sovyet Rusia, Saudi Arabia, Inggris, Amerika dan lain-lain tentang isinya: tetapi ada satu yang sama, yaitu rakyat Saudi Arabia sanggup mempertahankan negaranya. Musyik-musyik di Rusia sanggup mempertahankan negaranya. Rakyat Amerika sanggup mempertahankan negaranya. Rakyat Inggris sanggup mempertahankan negaranya. Inilah yang menjadi minimum-eis. Artinya, kalau ada kecakapan yang lain, tentu lebih baik, tetapi manakala sesuatu bangsa telah sanggup mempertahankan negaranya dengan darahnya sendiri, dengan dagingnya sendiri, pada saat itu bangsa itu telah masak untuk kemerdekaan. Kalau bangsa kita, Indonesia, walaupun dengan bambu runcing, saudara-saudara, semua siap-sedia mati, mempertahankan tanah air kita Indonesia, pada saat itu bangsa Indonesia adalah siap-sedia, masak untuk Merdeka. (Tepuk tangan riuh)

Cobalah pikirkan hal ini dengan memperbandingkannya dengan manusia. Manusia pun demikian, saudara-saudara! Ibaratnya, kemerdekaan saya bandingkan dengan perkawinan. Ada yang berani kawin, lekas berani kawin, ada yang takut kawin. Ada yang berkata Ah, saya belum berani kawin, tunggu dulu gaji f500. Kalau saya sudah mempunyai rumah gedung, sudah ada permadani, sudah ada lampu listrik, sudah mempunyai tempat tidur yang mentul-mentul, sudah mempunyai meja kursi, yang selengkap-lengkapnya, sudah mempunyai sendok garpu perak satu set, sudah mempunyai ini dan itu, bahkan sudah mempunyai kinder-uitzet, barulah saya berani kawin.

Ada orang lain yang berkata: saya sudah berani kawin kalau saya sudah mempunyai meja satu, kursi empat, yaitu “meja makan”, lantas satu sitje, lantas satu tempat tidur.

Ada orang yang lebih berani lagi dari itu, yaitu saudara-saudara Marhaen! Kalau dia sudah mempunyai gubug saja dengan satu tikar, dengan satu periuk: dia kawin. Marhaen dengan satu tikar, satu gubug: kawin. Sang klerk dengan satu meja, empat kursi, satu zitje, satu tempat tidur: kawin.

Sang Ndoro yang mempunyai rumah gedung, electrische kookplaat, tempat tidur, uang bertimbun-timbun: kawin. Belum tentu mana yang lebih gelukkig, belum tentu mana yang lebih bahagia, Sang Ndoro dengan tempat-tidurnya yang mentul-mentul, atau Sarinem dn Samiun yang hanya mempunyai satu tikar dan satu periuk, saudara-saudara! (tepuk tangan, dan tertawa).

Tekad hatinya yang perlu, tekad hatinya Samiun kawin dengan satu tikar dan satu periuk, dan hati Sang Ndoro yang baru berani kawin kalau sudah mempunyai gerozilver satu kaset plus kinderuitzet, buat 3 tahun lamany! (tertawa)

Saudara-saudara, soalnya adalah demikian: kita ini berani merdeka atau tidak? Inilah, saudara-saudara sekalian. Paduka tuan Ketua yang mulia, ukuran saya yang terlebih dulu saya kemukakan sebelum saya bicarakan hal-hal yang mengenai dasarnya satu negara yang merdeka. Saya mendengar uraian PT Soetardjo beberapa hari yang lalu, tatkala menjawab apakah yang dinamakan merdeka, beliau mengatakan: kalau tiap-tiap orang di dalam hatinya telah merdeka, itulah kemerdekan Saudara-saudara, jika tiap-tiap orang Indonesia yang 70 milyun ini lebih dulu harus merdeka di dalam hatinya, sebelum kita dapat mencapai political independence, saya ulangi lagi, sampai lebur kiamat kita belum dapat Indonesia merdeka! (tepuk tangan riuh)

Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan rakyat kita! Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan hatinya bangsa kita! Di dalam Saudi Arabia Merdeka, Ibn Saud memerdekakan rakyat Arabia satu persatu. Di dalam Sovyet Rusia Merdeka Stalin memerdekakan hati bangsa Sovyet Rusia satu persatu.

Saudara-saudara! Sebagai juga salah seorang pembicara berkata: Kita bangsa Indonesia tidak sehat badan, banyak penyakit malaria, banyak disentri, banyak penyakit hongerudeem, banyak ini banyak itu, “Sehatkan dulu bangsa kita, baru kemudian merdeka.”

Saya berkata, kalau ini pun harus diselesaikan lebih dulu, 20 tahun lagi kita belum merdeka. Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita menyehatkan rakyat kita, walaupun misalnya tidak dengan kinine, tetapi kita kerahkan segenap masyarakat kita untuk menghilangkan penyakit malaria dengan menanam ketepeng kerbau. Di dalam Indonesia Merdeka kita melatih pemuda kita agar supaya menjadi kuat, di dalam Indonesia Merdeka kita menyehatkan rakyat sebaik-baiknya. Inilah maksud saya dengan perkataan “jembatan”. Di seberang jembatan, jembatan emas, inilah baru kita leluasa menyusun masyarakat Indonesia Merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal, dan abadi.

Tuan-tuan sekalian! Kita sekarang menghadapi satu saat yang maha penting. Tidakkah kita mengetahui, sebagaimana telah diutarakan oleh berpuluh-puluh pembicara, bahwa sebenarnya internasionaalrecht, hukum internasional, menggampangkan pekerjaan kita? Untuk menyusun, mengadakan, mengakui satu negara yang merdeka, tidak diadakan syarat yang neko-neko, yang menjelimet, tidak! Syaratnya sekedar bumi, rakyat, pemerintah yang teguh! Ini sudah cukup untuk internasionaalrecht. Cukup, saudara-saudara. Asal ada buminya, ada rakyatnya, ada pemerintahan, kemudian diakui oleh salah satu negara yang lain, yang merdeka, inilah yang sudah bernama: Merdeka. Tidak peduli rakyat dapat baca atau tidak, tidak perduli rakyat hebat ekonominya atau tidak, tidak perduli rakyat bodoh atau pintar, asal menurut hukum internasional mempunyai syarat-syarat suatu negara merdeka, yaitu ada rakyatnya, ada buminya dan ada pemerintahannya, sudahlah ia merdeka.

Janganlah kita gentar, zwaarwichtig, lantas mau menyelesaikan lebih dulu 1001 soal yang bukan-bukan! Sekali lagi saya bertanya: Mau merdeka atau tidak? Mau merdeka atau tidak? (Hadirin serempak menjawab: Mauuu!)

Sejarawan: Pancasila tak Bertentangan dengan Islam

Ideologi Bangsa Indonesia, Pancasila, ternyata tidak bertentangan dengan ajaran Islam, kata Sejarawan Prof Achmad Mansur Suryanegara dalam diskusi "Pancasila dan Generasi Muda" dalam rangka Peringatan Hari Pancasila, di Ruang Utama Museum Konferensi Asia Afrika (KAA) Kota Bandung, Rabu.

Menurut Prof Mansur para kiai besar di Tanah Air ini ikut serta atau menjadi salah satu penggagas dalam pembentukan Pancasila. "Ayah Kandung Gus Dur, KH Wahid Hasyim adalah satu penggagas Pancasila, tapi mereka ditiadakan dalam fakta sejarah," kata Prof Mansur.

Menurutnya, ketiadaan fakta sejarah ini yang membuat pandangan bahwa Pancasila bertentang dengan ajaran Islam.
Selain itu, lambang bintang dalam Pancasila bukanlah lambang bintang semata. "Lambang bintang dalam Pancasila namanya bukan bintang tapi Nurcahaya dalam bintang," katanya.

Sementara itu, Pengamat Pergerakan Generasi Muda Oky Syaiful R Harahap menyatakan bahwa ber-Pancasila berarti ber-Indonesia. "Jika ditelaah lebih jauh, ber-Pancasila berarti ber-Indonesia karena nilai Pancasila adalah kandungan harta yang digali dari bumi pertiwi," kata Oky.

Menurutnya, bagi kaum muda saat ini tantangan ke depan bukan hanya mengangkat bambu runcing dalam mengusir penjajah. Namun, kata Oky, jauh lebih fundamen dari itu ialah mempersiapkan diri dan lingkungan sekitar agar menjadi juara. Ia menambahkan, untuk pendidikan formal diperlukan sebuah kebijakan pemerintah untuk melakukan ideologisasi Pancasila.

Jumat, 13 Mei 2011

Sudah baikkah pendidikan di Indonesia?

BENARKAH Pendidikan Indonesia Telah Baik?

Kalo membahas masalah pendidikan ibarat makan bakso yang tidak pernah mengenal kata bosan, sebab permasalahan yang satu ini memang tidak akan habis dikupas-kupas.
Permasalahan Pendidikan di Indonesia telah mendarah daging dari dulu hingga sekarang tapi belum juga terselesaikan, dari permasalahan yang satu belum selesai muncul permasalahan yang lain. Misalnya permasalahan penyaluran dana BOS yang diduga tidak tepat sasaran belum rampung ditangani kini muncul lagi permasalahan tuntutan pengulangan UAN (ujian akhir nasional) yang diduga banyak terjadi kecurangan.
Sungguh ironi memang di tengah-tengah gembar-gembor peningkatan pendidikan hingga pembebasan biaya sekolah alias gratis ternyata di seberang sana masih banyak saudara senasib dan setanah air kita yang masih belum bisa mengenyam pendidikan. Tetapi itulah kenyataannya
jika di kota gedung dan sarana prasarana semua tersedia, sedangkan di pinggiran bahkan pelosok jangankan komputer buku pelajaran saja sangat terbatas, jangankan gedung sekolah mewah tempat belajar pun mengenaskan.
sekolah dengan sarana dan fasilitas yang memadai itu masih impian bagi mereka sebab bagi mereka bisa sekolah saja sudah menjadi anugerah terbesar.
Itu baru sekelumit sisi lain pendidikan Indonesia. Sungguh menyedihkan, sebab kita semua tahu, kalau pendidikan merupakan pondasi utama kemajuan Negara (sok nasionalisme deh) bagaimana bisa kokoh kalo pilar utamanya dari bahan seadanya, oleh karena benahi dulu pendidikan jangan terlalu muluk-muluk dalam berbicara wahai para penguasa!
Kita sebagai para penerus bangsa mari kita mulai dari kita sendiri untuk mengangkat semangat bersama membangun pendidikan terbaik demi kehidupan di masa yang akan datang.

Minggu, 01 Mei 2011

KEADILAN UNTUK SEMUA

Socrates pernah berkata, orang yang baik adalah orang yang dapat berbuat adil. Lalu yang menjadi pertanyaannya adalah apakah adil itu? dengan pertanyaan yang sangat mendasar ini kita dihantarkan kepada arti yang mendalam, sering kali kita mempertanyakan dimanakah keadilan? maka dalam hal ini saya akan mencoba menarik kata adil menurut konsep dalam Islam. Islam mengartikan adil dengan arti moderat, obyektif terhadap orang, persamaan. Sesuai dengan Al Qur'an dalam surah Ar Rahman/ 55 : 7-9 yang berbunyi "Dan Allah telah meninggikan langit-langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan) supaya kamu jangan melampaui batas neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu". Maka jelas sangatlah mendasar apa yang dikatakan oleh Socrates tersebut, dengan sebuah kata adil maka manusia dapat melihat segalanya dengan obyektif. Tidak didasarkan pada hal yang bersifat subyektif, dalam Al Qur'an dikatakan bahwa setiap manusia harus bersikap adil, kata adil disini mengandung arti tidak saja pada sebuah persamaan, tetapi lebih dari pada itu ada sebuah pikiran dan pandangan yang berangkat dari sifat objektif. Berani membela kebenaran meupakan sebuah penegakkan keadilan, membela dan membantu yanag lemah juga merupakan wujud dari penegakkan keadilan. mengapa? karena semua berangkat dari sebuah rasa persamaan dan pemikiran yaang obyektif dalam melihat realitas kehidupan ini

VOX POPULI EDUCATION COMMUNITY

Jangan jadi manusia yang berhasil tetapi jadilah manusia yang berguna (Einstein). Hidup di tengah masyarakat, mengharuskan kita mengenyampingkan kepentingan pribadi. Begitu juga hidup berbangsa dan bernegara kita juga harus mengenyampingkan kepentingan kelompok, yang harus dijunjung tinggi adalah kepentingan bersama yaitu masyarakat itu sendiri. maka dari itu kata Einstein sangatlah tepat bagi kita semua, karena dalam kata itu terdapat sebuah makna kita harus menjadi manusia yang berguna bagi manusia yang lain.

Indonesia memiliki sebuah dinamika kehidupan bermasyarakat yang sangat unik, dikarenakan Indonesia mempunyai sifat masyarakat yang majemuk. Indonesia memiliki beribu-ribu pulau yang terbentang dari sabang hingga merauke, dengan begitu maka secara otomatis Indonesia memiliki beragam kebudayaan dan nilai-nilai normatif yang bersifat pluralis. sikap saling menghormati dan menghargai sangat dibutuhkan disini, untuk mencapai hal tersebut maka juga diperlukan penciptaan masyarakat yang cerdas yang memiliki wawasan kenusantaraan yang baik.

Pendidikan merupakan sebuah pondasi yang menopang untuk terciptanya masyarakat yang cerdas, sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 1 "Tiap-tiap warga negara berhak untuk mendapatkan pengajaran". pertanyaannya adalah apakah hal ini merupakan semata-mata tugas pemerintah? Negara memang menjamin kepada setiap warga negaranya untuk pemenuhan haknya sebagai warga negaranya, salah satunya adalah pendidikan. Apakah negara mampu untuk memenuhi pemenuhan hak semua warga negaranya yang berjumlah kurang lebih 200 juta orang? Rasanya mustahil bila tidak ada harmonisasi antara pemerintah dan rakyat, bila tidak ada sinergi dan keterpaduan antara pemerintah dan rakyatnya.

Maka dari itu teringat kata John F Kennedy yang kurang lebih mengatakan seperti ini "Jangan tanyakan apa yang akan negara berikan kepada saya, tetapi tanyakan pada diri kita masing-masing apa yang bisa kita berikan pada negara". Dengan pernyataan ini maka munculah sebuah konsep partisipasi masyarakat untuk membantu pemerintah mewujudkan kepentingan bersama.

REALITA MASALAH

Siapa yang dapat diandalkan untuk melakukan perubahan konsep ini? jelas jawabnya adalah kaum muda, tetapi pada kenyataannya kaum muda kita sudah banyak yang bersifat hedonis, dan bersikap apatis dalam melihat realita sosial saat ini. Dimana pendidikan tidak merata sehingga konsep mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi sangat terganggu. Maka dengan kata lain kita sebagai bagian dari elemen masyarakat harus membentuk sebuah instrumen didalam masyarakat, untuk meringankan kerja pemerintah sebagai penyelenggara negara.

karena apa yang diamanatkan dalam UUD 1945 khususnya pasal 31 ayat 1 merupakan amanat rakyat yaang dituangkan dalam bentuk Undang-undang, tetapi filosofinya bukan berarti kita menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah sebagai penyelenggara negara.

KOMUNITAS BASIS

Maka dalam konsep bantuan pemerataan pendidikan sebagai pondasi untuk menuju masyarakat yang cerdas, perlu adanya komunitas terkecil dalam elemen masyarakat. Maksudnya adalah masyarakat harus memulai dari lingkungan sekitar (basis) untuk berpartisipasi menyelenggarakan pendidikan. Selain itu juga berani untuk mengajak Pemerintah daerah setempat untuk bekerja sama.

Inisiatif ini kita harapkan bermula dari kaum muda, sebagai komunitas basis untuk mau mengulurkan tangannya membantu pemerintah menyelenggarakan pendidikan tanpa pamrih. semua itu kita lakukan untuk kepentingan bangsa dan negara, demi kemajuan bersama. Maka dari kesadaran kaum muda khususnya di Bekasi sudah dapat diwujudkan dengan adanya VOX POPULI EDUCATION COMMUNITY. Komunitas ini didirikan oleh beberapa anak muda yang peduli akan pendidikan, misinya adalah memberikan atau menyelenggarakan pendidikan secara gratis kepada anak yang tidak mampu bersekolah karena keterbatasan ekonomi